Sherly Tjoanda: Masyarakat Hiri Sepakat Soal Akses Wisata Selam Berbasis Konservasi

By admin Nov 23, 2025

TERNATE, MALUKU UTARA (delapantoto) — Upaya penguatan pariwisata berbasis komunitas di Indonesia Timur kembali mencatatkan kemajuan. Pegiat pariwisata dan konservasi lokal, Sherly Tjoanda, mengumumkan bahwa masyarakat adat di Pulau Hiri, Ternate, Maluku Utara, telah mencapai konsensus dan menandatangani kesepakatan mengenai tata kelola dan akses wisata selam di perairan sekitar pulau tersebut.

Kesepakatan ini menggarisbawahi komitmen masyarakat Hiri untuk menjaga ekosistem laut yang kaya sekaligus memastikan manfaat ekonomi dari pariwisata selam dapat dirasakan secara adil oleh seluruh komunitas.


I. Latar Belakang: Menghindari Konflik dan Kerusakan Karang

 

Pulau Hiri, yang dikenal dengan keindahan bawah lautnya, sering menjadi destinasi selam. Namun, peningkatan jumlah penyelam sempat menimbulkan kekhawatiran mengenai kerusakan terumbu karang dan potensi konflik kepentingan antara operator selam luar dengan masyarakat lokal.

  • Fasilitasi Konsensus: Sherly Tjoanda, yang dikenal aktif dalam memfasilitasi dialog antara komunitas, pemerintah, dan pihak swasta, berperan penting dalam membantu masyarakat Hiri merumuskan aturan bersama ini.

  • Prinsip Berkelanjutan: Konsensus ini didasarkan pada prinsip pariwisata berkelanjutan, di mana konservasi menjadi prioritas utama untuk menjamin masa depan ekosistem bawah laut.

“Kesepakatan ini adalah kemenangan bagi Hiri. Masyarakat adat di sana telah menunjukkan kematangan dalam berdemokrasi lokal. Mereka sepakat bahwa akses wisata selam harus tunduk pada aturan adat dan prinsip konservasi,” ujar Sherly Tjoanda, Minggu (23/11/2025).

II. Poin-Poin Utama Kesepakatan Tata Kelola Selam

 

Beberapa poin krusial yang disepakati oleh seluruh tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat Pulau Hiri mencakup:

  1. Sistem Zona Selam: Penetapan zona-zona khusus untuk penyelaman, dengan pembatasan jumlah penyelam per hari di beberapa titik karang yang rentan.

  2. Mandat Pemandu Lokal: Setiap operator selam luar wajib menggunakan pemandu lokal yang telah dilatih dan disertifikasi oleh komunitas, untuk menjamin keselamatan dan kepatuhan terhadap aturan konservasi.

  3. Retribusi Konservasi: Pemberlakuan biaya retribusi konservasi yang harus dibayarkan oleh setiap penyelam. Dana ini akan dikelola langsung oleh Lembaga Adat untuk kepentingan konservasi dan kesejahteraan komunitas.

  4. Pelarangan Praktik Merusak: Larangan keras terhadap praktik penyelaman yang merusak (seperti membuang sampah, menyentuh karang, atau penggunaan jangkar yang merusak).

III. Dampak Positif dan Pemberdayaan Komunitas

 

Kesepakatan ini diharapkan memberikan dampak ganda: perlindungan lingkungan dan peningkatan ekonomi.

  • Pemberdayaan Ekonomi: Pendapatan dari retribusi dan jasa pemandu lokal akan menjadi sumber pendapatan baru bagi pemuda Hiri.

  • Kejelasan Hukum Adat: Keputusan ini memberikan kejelasan hukum adat yang kuat terhadap tata ruang perairan, mencegah eksploitasi berlebihan oleh pihak luar.

Langkah ini diharapkan menjadi model pengelolaan wisata bahari berbasis komunitas yang sukses di Maluku Utara.

By admin

Related Post