Wed. Oct 15th, 2025

Bersitegang dengan Thailand, Kamboja Akan Terapkan Wajib Militer: Antara Kewaspadaan dan Ketegangan Regional

Phnom Penh, Juli 2025 — Pemerintah Kamboja secara pttogel resmi mengumumkan rencana penerapan kebijakan wajib militer nasional sebagai respons atas meningkatnya ketegangan dengan Thailand. Keputusan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Hun Manet dalam konferensi pers yang digelar di Phnom Penh pada awal pekan ini. Wajib militer akan mulai diberlakukan secara bertahap mulai akhir tahun 2025, dengan target utama pemuda berusia antara 18 hingga 30 tahun.

Langkah Kamboja ini langsung menjadi sorotan di kawasan Asia Tenggara. Selain memunculkan kekhawatiran akan meningkatnya instabilitas regional, keputusan ini juga menunjukkan bahwa hubungan bilateral antara Kamboja dan Thailand kembali memanas setelah beberapa tahun mengalami perbaikan.


Latar Belakang Ketegangan Kamboja–Thailand

Ketegangan antara Kamboja dan Thailand bukan hal baru. Sejarah panjang sengketa perbatasan, terutama di sekitar wilayah kuil Preah Vihear, telah beberapa kali memicu konfrontasi militer antara kedua negara. Meski Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa situs bersejarah tersebut berada di wilayah Kamboja, sengketa atas area sekitar kuil masih belum sepenuhnya terselesaikan.

baca juga: jangan-asal-pakai-lagi-ini-batas-aman-minyak-goreng-bekas-untuk-kesehatan-menurut-ahli

Ketegangan kembali meningkat pada pertengahan 2025 ketika pasukan perbatasan kedua negara dilaporkan terlibat dalam insiden tembak-menembak ringan di wilayah Oddar Meanchey. Walau tidak menimbulkan korban jiwa, insiden tersebut menciptakan kekhawatiran akan potensi konflik berskala lebih besar.

Sinyal lain yang memicu kekhawatiran Kamboja adalah pembangunan infrastruktur militer oleh Thailand di dekat perbatasan, yang dianggap sebagai bentuk provokasi. Meski pihak Thailand mengklaim pembangunan tersebut hanya bersifat defensif, pemerintah Kamboja menilai hal itu sebagai ancaman terhadap kedaulatan nasional.


Rincian Kebijakan Wajib Militer

Dalam pernyataannya, Hun Manet menyebut bahwa kebijakan wajib militer bukanlah bentuk agresi, tetapi langkah strategis untuk memperkuat pertahanan negara dan membangun kesadaran bela negara di kalangan generasi muda.

“Ini adalah upaya untuk menjaga integritas teritorial dan kedaulatan nasional kita. Dalam situasi global yang tidak menentu dan regional yang mulai bergolak, kita tidak bisa bergantung hanya pada diplomasi,” ujar Hun Manet.

Adapun kebijakan wajib militer ini mencakup:

  • Masa pelatihan militer dasar selama 6 bulan hingga 1 tahun

  • Pendidikan tentang keamanan nasional dan bela negara

  • Kewajiban bertugas di satuan cadangan pasca pelatihan

  • Pengecualian bersyarat bagi mahasiswa aktif dan warga dengan kondisi medis tertentu

Kementerian Pertahanan Kamboja menyebut bahwa sistem pelatihan akan bekerja sama dengan mitra-mitra militer dari negara sahabat, dan fasilitas pelatihan akan diperluas di beberapa provinsi termasuk Kampong Speu dan Siem Reap.


Respon Thailand dan Masyarakat Internasional

Pemerintah Thailand merespons kebijakan tersebut dengan diplomasi hati-hati. Dalam keterangan resminya, Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan bahwa pihaknya “mengamati situasi dengan cermat dan berharap kedua negara dapat menyelesaikan perbedaan melalui dialog.”

Sementara itu, beberapa negara tetangga di ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka atas eskalasi di kawasan perbatasan Kamboja–Thailand. Indonesia dan Vietnam, misalnya, mengimbau kedua pihak untuk menahan diri dan mengutamakan jalur diplomatik demi menjaga stabilitas kawasan.


Pandangan Pengamat dan Dampak Domestik

Para analis menilai kebijakan wajib militer Kamboja ini sebagai langkah signifikan yang mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap ancaman eksternal. Namun, sebagian kalangan dalam negeri memandang keputusan ini terlalu tergesa-gesa dan berisiko menimbulkan beban sosial baru.

Beberapa kelompok masyarakat sipil di Phnom Penh dan Battambang menyoroti potensi pelanggaran hak asasi manusia, serta dampaknya terhadap pendidikan dan ekonomi generasi muda. Mereka juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menyelenggarakan program pelatihan militer yang adil dan profesional.

Meski demikian, tidak sedikit warga Kamboja yang menyambut baik kebijakan tersebut sebagai bentuk patriotisme. “Kami harus siap menjaga tanah air kami. Ini adalah harga yang harus dibayar untuk kemerdekaan,” ujar Sokha, seorang pemuda di provinsi Banteay Meanchey yang menyatakan kesiapannya mengikuti wajib militer.


Penutup: Antara Pertahanan dan Diplomasi

Penerapan wajib militer oleh Kamboja menjadi penanda babak baru dalam dinamika politik dan keamanan di Asia Tenggara. Di tengah arus globalisasi dan integrasi kawasan, pilihan Kamboja untuk memperkuat militernya menunjukkan bahwa isu kedaulatan tetap menjadi sensitivitas utama di antara negara-negara ASEAN.

Ke depan, dunia akan mengamati bagaimana kebijakan ini akan berdampak pada hubungan Kamboja–Thailand, serta sejauh mana ASEAN mampu berperan sebagai fasilitator perdamaian untuk mencegah konflik terbuka. Satu hal yang pasti, di tengah ancaman ketegangan geopolitik, keseimbangan antara kekuatan militer dan jalur diplomasi akan sangat menentukan masa depan kawasan.

By admin

Related Post